Pages

Thursday, September 2, 2010

Pemulas Wayang; YA AMPUUNN

Hari Senin yang lalu, tanggal 30, aku sempat pergi dengan teman... er... sahabat? Er... kakak? Entahlah manggilnya apa, aku juga bingung. Kalau begitu mari kita panggil saja dia kakakku. Dia seorang dalang. Masih muda, masih kuliah di Universitas Brawijaya, semester 2. Dari dulu dia janji mengajak aku jalan-jalan ke tempat yang dia sebut 'pemoles wayang.' Oke, akhirnya Senin kemarin itu aku berhasil dibawa (baca: kupaksa) olehnya menuju ke sebuah kampung.. ya nggak begitu melenceng sih dari rute kota... tapi lumayan lah, untuk ukuranku yang jarang jalan-jalan... hehehe... sekarang sudah mahasiswi, jadi boleh lah keluyuran jauh2... ^o^ Tempat itu sebuah rumah kecil... masuk langsung dihadapkan dengan sebuah ruang kerja yang kira kira seukuran 3 x 3,5 meter (aku bisa bilang gitu soalnya itu kira2 seukuran kamarku) duduk seorang pria dengan kaos sederhana, lesehan di hadapan sebuah meja lebar dan lampu duduk yang terang. Ow, dia sedang mewarnai sebuah wayang!! ini pertama kalinya aku melihat pewarnaan wayang!! >.< Dengan sangat antusias, aku memperhatikan dia... wow.... catnya simpel, cat tembok. Kuasnya juga simpel2... nggak kayak pelukis professional yang punya kuas beberapa pack, atau segala peralatan bermerk dengan bau khas itu.. kali ini begituuuu simmpeeeeeeeelll..... dan untuk pallete (wadah mencapur & menuang cat), dia menggunakan papan dakon!! Bagi yang belum tahu dakon, itu adalah sebuah permainan tradisional dengan menggunakan papan panjang berlubang-lubang. How simply!! Mungkin yang spesial hanyalah pena yang dia gunakan. Pena jaman dahulu kala yang antik dan menggunakan tinta untuk mengoperasikannya. Dengan peralatan yang luar biasa sederhana itu, dia bisa menciptakan mahakarya! Iya, aku bilang mahakarya!! Coba kita perhatikan tekstur wayang kulit Jawa. Warnanya bergradasi, dengan ornamen-ornamen dan detail yang memukau. Belum titik-titik terkecil dalam bagiannya. Itu sangat rumit. Bahasa jawanya NJELIMET. Dan, setelah perbincangan panjang lebar (serta candaan sadis nan menggelitik dari kakak dalang) aku baru tahu kalau seniman seperti om (?) pemulas wayang ini benar-benar YA AMPUUNNN..... bayangkan saja, skill luar biasa, satu satunya di Kota Malang, dan ketekunannya dalam menggarap setiap wayang hanya dihargai kurang dari 200rb. Ini menurutku nggak sebanding dengan mahakarya yang dia kerjakan. Dia seniman, satu satunya di Malang juga... tapi penghargaan yang diterima nggak sebanding. Wah salah nih, pikirku. Tunjangan-tunjangan juga gak selancar tunjangan PNS yang notabene mampu. Anaknya empat, masih kecil-kecil... Namun akhirnya mas dalang menjelaskan, ini juga seperti hubungan timbal balik. Seniman tradisional, terutama dalang jaman sekarang memang banyak yang berada di garis rata-rata, tak jarang dibawah. Sepinya order, globalisasi, dan keacuhan akan seni tradisional jadi sumbunya. Nah, dengan keadaan seperti itu, tentu modal untuk berkaryanya juga minim. Akhirnya balik lagi ke seniman crafting n coloring wayangnya itu... dia mendapatkan jatah yang sekian-sekian saja dari order2 yang dilancarkan para dalang.... siklus.... :( seperti siklus air yang begitu-begitu saja, seniman ini akan juga begitu-begitu saja.... Hmm... hmm.... gak bisa berkata-kata lagi... Nggak sempat foto2.... sungkan sama tuan rumah... XD Yang jelas, aku berniat bakal sering maen kesana. Enak berbincang dengan orang yang sama2 suka melukis. Ada ikatan tersendiri, yang orang diluar lingkaran kami belum tentu bisa melihatnya secara gamblang. Ada harmonisasi dan kesamaan yang mengalir, yang benar-benar sayang dilewatkan barang sedetik. Meskipun aku bukan customer, tapi support dari aku semoga bisa bikin om tetap berkarya... ^^

No comments:

Post a Comment